Kamis, 20 Mei 2010

Organisasi Santri

Rabu, 19 Mei 2010

Kulliyatul-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI)

Adalah jenjang pendidikan menengah di Pondok Gontor yang setara dengan SMP dan SMA. Masa belajar dapat diselesaikan dengan empat tahun dan/atau enam tahun

Jam belajar

Jam belajar di pondok gontor dimulai pada jam 04.30 saat shalat subuh dan berakhir pada pukul 22:00.

Jam belajar ini terbagi menjadi dua bagian:

  • Pendidikan formal dimulai dari pukul 07:00 - 12:15
  • Pengasuhan dimulai pukul 13.00

Kurikulum dan Pelajaran

Kurikulum KMI yang bersifat akademis dibagi dalam beberapa bidang, yaitu:

  • Bahasa Arab
  • Dirasah Islamiyah
  • Ilmu keguruan dan psikologi pendidikan
  • Bahasa Inggris
  • Ilmu Pasti
  • Ilmu Pengetahuan Alam
  • Ilmu Pengetahuan Sosial
  • Keindonesiaan/ Kewarganegaraan.

KMI membagi pendidikan formalnya dalam perjenjangan yang sudah diterapkan sejak tahun 1936. KMI memiliki program reguler dan program intensif.

  • Program reguler untuk lulusan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan masa belajar hingga enam tahun. Kelas I-III setingkat dengan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) jika mengacu pada kurikulum nasional dan kelas IV-VI setara dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (MA).
  • Program intensif KMI untuk lulusan SMP/MTs yang ditempuh dalam 4 tahun.
  • Bahasa Arab dan bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa pergaulan dan bahasa pengantar pendidikan, kecuali mata pelajaran tertentu yang harus disampaikan dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Arab dimaksudkan agar santri memiliki dasar kuat untuk belajar agama mengingat dasar-dasar hukum Islam ditulis dalam bahasa Arab. Bahasa Inggris merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan/umum.
  • Pengasuhan santri adalah bidang yang menangani kegiatan ekstrakurikuler dan kurikuler. Setiap siswa wajib untuk menjadi guru untuk kegiatan pengasuhan pada saat kelas V dan VI jika ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di ISID, mereka tidak akan dipungut biaya, tetapi wajib mengajar kelas I-VI di luar jam kuliah.
  • Pelatihan tambahan bagi guru dengan materi yang sesuai dengan standar pendidikan nasional.
  • Keterampilan, kesenian, dan olahraga tidak masuk kedalam kurikulum tetapi menjadi aktivitas ekstrakurikuler.
  • Siswa diajarkan untuk bersosialisasi dengan membentuk masyarakat sendiri di dalam pondok, melalui organ organisasi. Mulai dari ketua asrama, ketua kelas, ketua kelompok, organisasi intra/ekstra, hingga ketua regu pramuka. Sedikitnya ada 1.500 jabatan ketua yang selalu berputar setiap pertengahan tahun atau setiap tahun.

Sejarah Gontor yang Menakjubkan


Pondok Gontor didirikan pada 10 April 1926 di Ponorogo, Jawa Timur oleh tiga bersaudara putra Kiai Santoso Anom Besari. Tiga bersaudara ini adalah KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fananie, dan KH Imam Imam Zarkasy dan yang kemudian dikenal dengan istilah Trimurti.

Pada masa itu pesantren ditempatkan di luar garis modernisasi, dimana para santri pesantren oleh masyarakat dianggap pintar soal agama tetapi buta akan pengetahuan umum. Trimurti kemudian menerapkan format baru dan mendirikan Pondok Gontor dengan mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah metode pengajaran pesantren yang menggunakan sistem watonan (massal) dan sorogan (individu) diganti dengan sistem klasik seperti sekolah umum. Pada awalnya Pondok Gontor hanya memiliki Tarbiyatul Atfhfal (setingkat taman kanak-kanak) lalu meningkat dengan didirikannya Kulliyatul Mu'alimin Al-Islamiah (KMI) yang setara dengan lulusan sekolah menengah. Pada tahun 1963 Pondok Gontor mendirikan Institut Studi Islam Darussalam (ISID).

Pesantren Gontor dikelola oleh Badan Wakaf yang beranggotakan tokoh-tokoh alumni pesantren dan tokoh yang peduli Islam sebagai penentu Kebijakan Pesantren dan untuk pelaksanaannya dijalankan oleh tiga orang Pimpinan Pondok(Kyai) yaitu KH Hasan Abdullah Sahal (Putra KH Ahmad Sahal). Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasy (putra KH Imam Zarkasy)dan KH Syamsul Hadi Abdan,S.Ag. Tradisi pengelolaan oleh tiga pengasuh ini, melanjutkan pola Trimurti (Pendiri).

Pada saat peristiwa Madiun tahun 1948 saat Muso telah menguasai daerah Karesidenan Madiun (Madiun, Ponorogo, Magetan, Pacitan dan Ngawi) dan membunuhi banyak tokoh agama, dimana pada saat itu TNI sudah dilumpuhkan oleh PKI, Pesantren Gontor diliburkan dan santri serta ustadnya hijrah guna menghindar dari kejaran pasukan Muso. KH Ahmad Sahal(alm) selamat dalam persembunyian di sebuah Gua di pegunungan daerah Mlarak. Gua tersebut kini disebut dengan Gua Ahmad Sahal. Kegiatan Pendidikan Pesantren dilanjutkan kembali setelah kondisi normal.

Pandangan Modern KH Ahmad Sahal, sebagai Pendiri tertua dari Trimurti dan kedua adiknya yaitu KH Ahmad Fanani dan KH Imam Zarkasy diwujudkan pula dalam menyekolahkan putra-putrinya selain di sekolah agama (pesantren) juga di sekolah umum. Drs. H. Ali Syaifullah Sahal (alm) alumni Filsafat UGM dan sebuah Universitas di Australia, dosen di IKIP Malang; Dra. Hj. Rukayah Sahal dosen IKIP (UMJ) Jakarta dll.

Dan tentu menjadi bahan pemikiran anggota Badan Wakaf saat ini, untuk mewujudkan Pesantren Gontor menjadi semacam Universitas Al Azhar di Mesir, sebuah universitas yang memiliki berbagai bidang kajian (Agama serta Ilmu dan Teknologi) yang berbasiskan Islam.

Pada tahun 1994 didirikan pondok khusus putri untuk tingkat KMI dan pendidikan tinggi yang khusus menerima alumni KMI. Pondok khusus putri ini menempati tanah wakaf seluas 187 hektar. Terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kini, pondok khusus putri memiliki lima cabang, tiga cabang berlokasi di Ngawi, satu cabang di [Sulawesi Tenggara]dan satu di Kediri.

Hingga kini gontor telah memiliki 10 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon.[*]