Kamis, 20 Mei 2010

Organisasi Santri

Rabu, 19 Mei 2010

Kulliyatul-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI)

Adalah jenjang pendidikan menengah di Pondok Gontor yang setara dengan SMP dan SMA. Masa belajar dapat diselesaikan dengan empat tahun dan/atau enam tahun

Jam belajar

Jam belajar di pondok gontor dimulai pada jam 04.30 saat shalat subuh dan berakhir pada pukul 22:00.

Jam belajar ini terbagi menjadi dua bagian:

  • Pendidikan formal dimulai dari pukul 07:00 - 12:15
  • Pengasuhan dimulai pukul 13.00

Kurikulum dan Pelajaran

Kurikulum KMI yang bersifat akademis dibagi dalam beberapa bidang, yaitu:

  • Bahasa Arab
  • Dirasah Islamiyah
  • Ilmu keguruan dan psikologi pendidikan
  • Bahasa Inggris
  • Ilmu Pasti
  • Ilmu Pengetahuan Alam
  • Ilmu Pengetahuan Sosial
  • Keindonesiaan/ Kewarganegaraan.

KMI membagi pendidikan formalnya dalam perjenjangan yang sudah diterapkan sejak tahun 1936. KMI memiliki program reguler dan program intensif.

  • Program reguler untuk lulusan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan masa belajar hingga enam tahun. Kelas I-III setingkat dengan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) jika mengacu pada kurikulum nasional dan kelas IV-VI setara dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (MA).
  • Program intensif KMI untuk lulusan SMP/MTs yang ditempuh dalam 4 tahun.
  • Bahasa Arab dan bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa pergaulan dan bahasa pengantar pendidikan, kecuali mata pelajaran tertentu yang harus disampaikan dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Arab dimaksudkan agar santri memiliki dasar kuat untuk belajar agama mengingat dasar-dasar hukum Islam ditulis dalam bahasa Arab. Bahasa Inggris merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan/umum.
  • Pengasuhan santri adalah bidang yang menangani kegiatan ekstrakurikuler dan kurikuler. Setiap siswa wajib untuk menjadi guru untuk kegiatan pengasuhan pada saat kelas V dan VI jika ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di ISID, mereka tidak akan dipungut biaya, tetapi wajib mengajar kelas I-VI di luar jam kuliah.
  • Pelatihan tambahan bagi guru dengan materi yang sesuai dengan standar pendidikan nasional.
  • Keterampilan, kesenian, dan olahraga tidak masuk kedalam kurikulum tetapi menjadi aktivitas ekstrakurikuler.
  • Siswa diajarkan untuk bersosialisasi dengan membentuk masyarakat sendiri di dalam pondok, melalui organ organisasi. Mulai dari ketua asrama, ketua kelas, ketua kelompok, organisasi intra/ekstra, hingga ketua regu pramuka. Sedikitnya ada 1.500 jabatan ketua yang selalu berputar setiap pertengahan tahun atau setiap tahun.

Sejarah Gontor yang Menakjubkan


Pondok Gontor didirikan pada 10 April 1926 di Ponorogo, Jawa Timur oleh tiga bersaudara putra Kiai Santoso Anom Besari. Tiga bersaudara ini adalah KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fananie, dan KH Imam Imam Zarkasy dan yang kemudian dikenal dengan istilah Trimurti.

Pada masa itu pesantren ditempatkan di luar garis modernisasi, dimana para santri pesantren oleh masyarakat dianggap pintar soal agama tetapi buta akan pengetahuan umum. Trimurti kemudian menerapkan format baru dan mendirikan Pondok Gontor dengan mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah metode pengajaran pesantren yang menggunakan sistem watonan (massal) dan sorogan (individu) diganti dengan sistem klasik seperti sekolah umum. Pada awalnya Pondok Gontor hanya memiliki Tarbiyatul Atfhfal (setingkat taman kanak-kanak) lalu meningkat dengan didirikannya Kulliyatul Mu'alimin Al-Islamiah (KMI) yang setara dengan lulusan sekolah menengah. Pada tahun 1963 Pondok Gontor mendirikan Institut Studi Islam Darussalam (ISID).

Pesantren Gontor dikelola oleh Badan Wakaf yang beranggotakan tokoh-tokoh alumni pesantren dan tokoh yang peduli Islam sebagai penentu Kebijakan Pesantren dan untuk pelaksanaannya dijalankan oleh tiga orang Pimpinan Pondok(Kyai) yaitu KH Hasan Abdullah Sahal (Putra KH Ahmad Sahal). Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasy (putra KH Imam Zarkasy)dan KH Syamsul Hadi Abdan,S.Ag. Tradisi pengelolaan oleh tiga pengasuh ini, melanjutkan pola Trimurti (Pendiri).

Pada saat peristiwa Madiun tahun 1948 saat Muso telah menguasai daerah Karesidenan Madiun (Madiun, Ponorogo, Magetan, Pacitan dan Ngawi) dan membunuhi banyak tokoh agama, dimana pada saat itu TNI sudah dilumpuhkan oleh PKI, Pesantren Gontor diliburkan dan santri serta ustadnya hijrah guna menghindar dari kejaran pasukan Muso. KH Ahmad Sahal(alm) selamat dalam persembunyian di sebuah Gua di pegunungan daerah Mlarak. Gua tersebut kini disebut dengan Gua Ahmad Sahal. Kegiatan Pendidikan Pesantren dilanjutkan kembali setelah kondisi normal.

Pandangan Modern KH Ahmad Sahal, sebagai Pendiri tertua dari Trimurti dan kedua adiknya yaitu KH Ahmad Fanani dan KH Imam Zarkasy diwujudkan pula dalam menyekolahkan putra-putrinya selain di sekolah agama (pesantren) juga di sekolah umum. Drs. H. Ali Syaifullah Sahal (alm) alumni Filsafat UGM dan sebuah Universitas di Australia, dosen di IKIP Malang; Dra. Hj. Rukayah Sahal dosen IKIP (UMJ) Jakarta dll.

Dan tentu menjadi bahan pemikiran anggota Badan Wakaf saat ini, untuk mewujudkan Pesantren Gontor menjadi semacam Universitas Al Azhar di Mesir, sebuah universitas yang memiliki berbagai bidang kajian (Agama serta Ilmu dan Teknologi) yang berbasiskan Islam.

Pada tahun 1994 didirikan pondok khusus putri untuk tingkat KMI dan pendidikan tinggi yang khusus menerima alumni KMI. Pondok khusus putri ini menempati tanah wakaf seluas 187 hektar. Terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kini, pondok khusus putri memiliki lima cabang, tiga cabang berlokasi di Ngawi, satu cabang di [Sulawesi Tenggara]dan satu di Kediri.

Hingga kini gontor telah memiliki 10 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon.[*]

Jumat, 07 Mei 2010

Tahun Pertama yang Mengesankan

Saat pertama masuk Gontor, terasa asing dan bingung. Makanannya, kebiasaannya dan kawan-kawan saat itu. Karena termasuk anak dewasa , saat itu ditempatkan di Gedung Baru kibar (GBK)sedang yang termasuk kategori anak-anak ditempatkan di Gedung Baru Shigor (GBS.

Dengan latar belakang lulusan SMP, maka berani mengambil kelas eksperimen, dimana periode studinya hanya 4 tahun belajar: kelas satu, kelas tiga, kelas lima dan kelas enam. Itu adalah sistem untuk kelas eksperimen yang dua tahun lebih cepat dibandingkan teman-teman satu angkatan yang mengambil kelas biasa yang 6 tahun.

Kelas 1 Experimen D. Itulah kelas yang saat itu saya peroleh. Saat paling berkesan pada proses gontoriyah. Ust. Sugiana Zein, sang Wali Kelas yang membentuk kepribadian dalam mencintai Gontor. Beliau begitu tenang dan cerdas. Sosok guru yang penuh dedikasi dan kasih sayang. kesabarannya mendidik kelas kami serta ketelatenannya membantu kami mengenal bahas Arab yang terasa amat susah menjadi begitu disukai ketika berada di tangan beliau. Itu benar-benar hebat.

Di Gontor, Jumat adalah hari libur sehingga setiap siswa memiliki banyak kesempatan dan pilihan untuk melakukan sesuatu. Ada yang mencuci pakaian, kursus bahasa dan keterampilan atau hanya sekedar jalan-jalan ke kota Ponorogo. Untuk urusan yang terakhir, seorang santri tidak mudah pergi ke Ponorogo. Tentunya harus ada izin dari agian Keamanan, dan belum tentu juga mendapatkan izin. pertimangannya; jumlah perizinan 40 orang, dalam hal ini siapa cepat dan beruntung pasti dapat. Akumulasi perizinan, dalam seminggu perizinan tidak boleh lebih dari dua kali. Tidak dalam masa hukuman, baik dari Bagian Keamanan, Pengajaran maupun Mabikori. Itu saja sudah cukup puyeng buat bisa jalan-jalan.Dan saya pikir, memamng Kota Ponorogo menjadi semacam penyegar pikiran.

Satu tahun saya lalui di kelas Eksperimen dengan penuh kenangan indah; buka puasa sunah bersama, ngaji dan hafalan, shalat Tahajud di Lantai 4 Gedung Saudi dan belajar Bahasa Arab di area persawahan bersama wali kelas.

Saya harus mengakui bahwa Gontor memiliki banyak guru yang memiliki dedikasi tinggi untuk membantu membentuk kepribadian anak didiknya. Dan hal itu tidaklah aneh, karena mereka adalah alumni yang mengabdikan dirinya untuk kemajuan Gontor. Bila anak didik berhasil, tetnunya membawa dampak keberhasiln buat Gontor.

Satu lagi salut saya buat para pengasuh, dimana setiap bangunan memiliki identitas. Dari identitasi itu tercermin cita-cita dan visi yang seharusnya dimiliki santri; ada yang bernama gedung Tunis, Aligarh, Sanggit, Palestina, al-Azhar, Saudi, Gambia, Indonesia, Satelit dll.Hal ini juga menunjukkan bahwa pendiri Gontor memiliki pikiran dan pengalaman yang luas.

Kamis, 06 Mei 2010

Informasi Pendaftaran di Gontor Ponorogo

KULLIYATU-L-MU'ALLIMIN/MU'ALLIMAT AL-ISLAMIYAH (KMI)

A. Syarat-syarat pendaftaran.

  1. Menyerahkan 3 lembar fotocopy STTB terakhir atau Surat Keterangan Lulus yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
  2. Berbadan sehat dengan surat keterangan dokter dari Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat (BKSM) Pondok Modern Darussalam Gontor.
  3. Menyerahkan pasfoto 4 x 6 dan 3 x 4 sebanyak masing-masing 4 lembar.
  4. Memenuhi ketentuan-ketentuan atau iuran-iuran yang telah ditetapkan pada waktu pendaftaran.
  5. Menyerahkan fotocopy akta kelahiran.
  6. Mendaftarkan diri sesuai dengan cara dan waktu yang telah ditentukan.

NB: Hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan di Kantor KMI atau Panitia Ujian Masuk KMI.

B. Syarat-syarat penerimaan

  1. Berijazah Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau yang sederajat, untuk masuk kelas biasa dengan masa belajar 6 tahun, dan berijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat untuk masuk kelas Intensif dengan masa belajar 4 tahun.
  2. Mempunyai dasar agama, yakni:
  3. Dapat mengerjakan ibadah sehari-hari dengan baik.
  4. Dapat membaca al-Qur'an dengan baik.
  5. Dapat membaca dan menulis Arab dengan lancar.
  6. Lulus dalam testing/ujian masuk dan Psyco-test.
  7. Sanggup bertempat tinggal di asrama yang telah disediakan.

C. Waktu dan cara pendaftaran

Pendaftaran masuk KMI Putra ada dua gelombang:

  1. Gelombang pertama dibuka mulai bulan Mei setiap tahun di kampus Pondok Modern Gontor 2 Desa Madusari Kec. Siman Kab. Ponorogo Telp. (0352) 483729 - 482670.
  2. Gelombang kedua dimulai pada tanggal 2 Syawal dan ditutup pada tanggal 10 Syawal.
  • Gelombang Pertama

Calon santri berasrama di kampus ini selama 4 - 5 bulan untuk mendapatkan pendidikan pelajaran-pelajaran yang akan diujikan pada ujian masuk gelombang pertama yang diselenggarakan pada bulan Sya’ban.

Calon santri yang lulus pada ujian masuk pada ujian gelombang pertama pada waktu bulan Syawwal dapat langsung mendaftar ulang di Pondok Modern Darussalam Gontor 1.

  • Gelombang Kedua

Cara pendaftaran dilaksanakan secara langsung, bukan secara tertulis/surat menyurat atau melalui telpon.

D. Testing/ujian dan materinya

I. Testing/Ujian masuk

  1. Ujian lisan dan Psyco-test dilaksanakan pada tanggal 2 s/d 10 Syawal dan ujian tulis dilaksanakan pada tanggal 11 Syawal.
  2. Materi ujian lisan: Psyco-test, membaca Al-Qur'an, tajwid, Ibadah Qouliyah, Ibadah amaliyah dan imla'.
  3. Materi ujian tulis: Menulis Arab dengan dikte (imla'), Bahasa Indonesia, Berhitung Soal, Berhitung Angka/Matematika.
  4. Saat memasuki ujian calon santri membawa stopmap folio yang berisi:
  5. Formulir Psyco-test yang telah diisi.
  6. Dua lembar fotocopy STTB terlegalisir.
  7. Surat keterangan dokter dari Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat (BKSM).
  8. Kartu Ujian dan Kwitansi pembayaran.
  9. Fotocopy akta kelahiran
  10. Pas foto ukuran 4 x 6 dan 3 x 4 sebanyak masing-masing 6 lembar.

NB: Ujian masuk KMI tidak diadakan ujian ulangan/susulan.

II. Testing ujian ke kelas yang lebih tinggi

Untuk ujian lanjutan ke kelas yang lebih tinggi dari kelas 1 (satu) diadakan ujian kembali pada tiap-tiap tingkatan dengan persyaratan-persyaratan tertentu.

Biaya Pendaftaran (dapat berubah sewaktu-waktu)

  1. Uang Pangkal Masuk KMI Rp. 1.500.000,-
  2. Uang Penambahan Bangunan Baru Rp. 400.000,-
  3. Uang Kepanitiaan di Gontor 2 Rp. 100.000,-
  4. Uang Kertas Rp. 100.000,-
  5. Uang Majalah Gontor Rp. 70.000,-
  6. Uang Kesehatan Rp. 90.000,-
  7. Uang Pembangunan di Kampus Baru Rp. 400.000,-
  8. Iuran Uang Sekolah dan Pondok (setiap bulan) Rp. 170.000,-
  9. Iuran Uang Makan (setiap bulan) Rp. 190.000,-

Jumlah Rp. 3.070.000,-

Dan biaya minimal tiap bulan berupa uang sekolah dan uang makan Rp. 360.000,-

Lain-lain:

A. Extra kurikuler

  1. Iuran Organisasi Rp. 10.000,-
  2. Iuran Kaos Rayon Rp. 25.000,-
  3. Iuran Kesehatan dan Asrama Rp. 3.000,-
  4. Iuran Alat-alat Asrama Rp. 5.000,-
  5. Iuran Konsulat Rp. 6.000,-
  6. Iuran Perpustakaan Rp. 5.000,-
  7. Iuran Organisasi Kepramukaan Rp. 10.000,-
  8. Iuran Kegiatan Kepramukaan Rp. 6.000,-
  9. Buku Tabungan Siswa dan Kartu Pembayaran Rp. 15.000,-
  10. Buku Tulis Latihan Pidato Rp. 5.500,-

Jumlah Rp. 91.000,-

B. Perlengkapan

  1. Kasur Rp. 115.000,-
  2. Sewa Lemari dan Gembok Rp. 71.500,-
  3. Tas Sandal Rp. 7.000,-
  4. Kartu Identitas Rp. 3.000,-

Jumlah Rp. 196.500,-

Rabu, 05 Mei 2010

Gontor Bukan Hotel, Bukan Indekost....

Dalam sebuah diskusi gayeng, disimpulkan bahwa sebuah pesantren, memiliki komponen civitas akademika di dalamnya. Komponen inilah yang memiliki kewenangan menyesuaikan posisi dirinya dengan lingkungan Pesantren. Siapapun mereka, dan apapun fungsinya, masing-masing memiliki kewajiban yang sama dalam mencapai kesuksesan. Mereka adalah : Pembina/Yayasan, Pimpinan Pesantren, Pengasuh, Murabbi, Guru, orang tua wali, Konsultan Psikolog, Studi banding, Santri dan Warga Kampus.

Mereka bersinergi dalam aktivitas pendidikan dan pengajaran. Hasilnya, santri yang menhgormati gurunya dan guru yang menyayangi santrinya.

Saat itu, sering sekali saya dan santri lainnya mendengar nasihat KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, KH. Hasan Abdullah Sahal dan KH. Shoiman Luqmanul Hakim, , bahwa Pondok pesantren (Gontor) bukan hotel, bukan indekost. Ia kepunyaan bersama. Kepunyaan bersama tidak lantas boleh dibagi-bagi, masing-masing tidak boleh mengambil yang dimaunya, setiap datang santri baru berarti tambah satu orang anggota yang turut bertanggung jawab terhadap keberesan pondok pesantren itu. Pembayaran yang diberikan itu hanya sebagai iuran (iuran pondok atau sekolah) bukan berarti sewa atau upah.

Dan dengan uang itulah kita gunakan untuk kepentingan dalam pondok pesantren, seperti memperbaiki pondok-pondok yang telah didirikan kakak-kakak dan santri-santri terdahulu. Itulah “self berdruping system” namanya, sama-sama membayar iuran, sama-sama memakai.

Pendidikan di Gontor

Pendidikan yang utama di Gontor ialah al-i’timaadu ‘alan nafsi, dalam bahasa belanda zelp help, tidak menggantungkan diri pada orang lain, dengan kata lain, belajar mencukupi dan menolong diri sendiri.

Pemuda-pemuda yang terdidik menolong diri sendiri, dapat menghadapi masa depan dengan penuh harapan, jalan hidup terbentang luas di mukanya. Sebaliknya pemuda yang tak percaya pada dirinya, dia senantiasa was-was dan ragu-ragu, serta tidak akan mendapat kepercayaan dari masyarakat sedang dia sendiri tidak percaya pada dirinya. [*]

Selasa, 04 Mei 2010

Satu Hari yang Penuh Dedikasi dan Disiplin

Lulus dari SMP Negeri 2 Tasikmalaya, seharusnya bisa bangga diterima di SMA Negeri 2, SMA favorit di kota Tasik. Namun solidaritas pertemanan mengajakku ke Gontor. Asep Rudi yang mengajak saya. Dengan izin orang tua dan bekal secukupnya, dimulailah perjalanan panjang Tasik - Ponorogo. Tidak mudah menemukan Gontor. Tapi, akhirnya bersua juga.

Untuk menjadi santri di pondok pesantren Gontor tidaklah mudah. Semuanya melalui prosedur, dan yang pasti harus lulus seleksi. Pada saat saya ikuti test masuk, ada sekitar 1500-an calon santri yang mendaftar, dan yang terseleksi untuk diterima menjadi santri hanya sekitar 600 siswa, termasuk saya dan Asep kawan karib saya.. Ini bagi saya tidak lepas dari usaha saya untuk belajar sambil mukim sebulan Ramadhan penuh di sana. Terlebih lagi dengan adanya bantuan usaha dan do’a dari orang tua, terasa begitu nikmatnya hidup dalam nuansa religi dan kerja.

Kehidupan di Gontor penuh disiplin dan praktik berbahasa Arab-Inggrisnya yang sangat intens. Dengan mengadopsi sistem belajar dari lima sintesa; Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Pondok Syanggit di Afrika Utara, Universitas Aligchar di India dan Taman Pendidikan Shantiniketan di India, Gontor mampu mengendalikan 3500 santri lebih. Dari dentang lonceng ke lonceng para santri menyesuaikan diri.

Pagi, sebelum adzan Shubuh para santri sudah dibangunkan. Jam 7.00 sudah harus ada di kelas. Sebelum sholat Dhuhur, sekitar jam 12.00 sekolah pagi harus berakhir. Jam 13.30, setelah makan siang, santri sudah bersiap kembali untuk belajar siang [kursus/darsul masaa]. Bedanya, untuk pelajaran siang, yang mengajar adalah kakak kelas, jika disamakan, sekelas dengan kelas 3 Aliyah, sedang pelajaran pagi dibimbing oleh para ustadz. Pengalaman belajar-mengajar sejak dini inilah yang mendidik santri-santri Gontor banyak bergelut dalam bidang pendidikan.

Sore, setelah sholat ashar berjama’ah, santri membaca al-Qur’an, kemudian istirahat. Pada jam istirahat inilah banyak aktivitas. Bermacam cabang olah raga, berbagai keterampilan yang diikuti seperti melukis, main musik, khot, diskusi ilmiah, theater, bahasa, drum band [sekarang marching band] dan lain-lain dengan ragam kegiatan yang cocok dengan santri semuanya ada.

Bagi mereka yang tidak suka ikut kegiatan seperti itu, bisa saja jalan-jalan keliling pondok yang luasnya sekitar 6 hektar, atau juga mencuci pakaian kotor, belajar di perpus, atau mojok sendiri membaca buku di tepi sungai kecil [Malo] di samping bangunan kelas di Komplek Sholihin [KomSol]. Atau nongkrong [hang out] di Cafetaria.

Ketika lonceng istirahat berdentang sebagai tanda waktu istirahat selesai, para santri bergegas dan siap-siap pergi ke masjid untuk sholat magrib berjama’ah. Jika lonceng berikutnya berbunyi, yaitu sekitar jam 17.00, dan masih ada santri yang terlambat memasuki masjid, maka santri itu akan dikenai hukuman. Biasanya, kalau tidak dapat pukulan rotan di paha, santri itu dapat pukulan ringan di wajah [waktu itu memang agak 'kejam']. Semuanya harus berdisiplin. Keluar dari aturan, resikonya harus siap pasang badan untuk diganjar hukuman. Aturan yang dibarengi hukuman yang tegas, atau disiplin yang ditegakkan telah menjadikan Gontor memiliki wibawa sebagaimana kawah candradimuka. Bagi Gontor, semua santri, para asatidz yang tinggal di dalamnya harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Jika tidak, pintu keluar terbuka lebar. Gontor tidak butuh santri, yang butuh pendidikan di Gontor itu adalah para santri, jadi gambaran negosiasinya jelas.

Sambil menunggu adzan magrib, santri wajib membaca al-Qur’an. Karena itu semuanya wajib membawa al-Qur’an. Jika ada santri yang ditemukan tidak membawa al-Qur’an, atau berbicara satu sama lain di saat semuanya membaca, maka santri itu akan disuruh berdiri oleh kakak pengurus di tengah-tengah ribuan santri lainnya.

Selesai sholat magrib, para santri kembali ke asrama masing-masing untuk kembali membaca al-Qur’an. Di sini mereka diawasi oleh pengurus asrama. Jika ada yang bergurau atau tidak membaca al-Qur’an, pengurus akan memberikan juga hukuman tanda kasih sayang dari pengasuh. Aturan yang diawasi dengan baik menjadikan semua program kegiatan dapat dengan mudah terealisasikan.

Selanjutnya, setelah membaca al-Qur’an bersama di asrama, tibalah saatnya untuk makan malam baik di dapur umum atau dapur-dapur keluarga Asatidz Senior para pengasuh pondok. Pemisahan antara dapur umum dengan dapur keluarga hanyalah untuk mempercepat sirkulasi aktivitas santri. Sehingga waktu untuk makan tidak habis terbuang percuma. Dapur umum adalah tempat makan umumnya para santri. Di sini terpusat ribuan santri yang antri mengambil makanan. Sedang dapur keluarga adalah dapur santri yang di tempatkan di rumah-rumah pengasuh pondok. Hanya tempatnya saja yang berbeda, pengelolanya sama, masih diserahkan juga pada santri, yaitu santri senior.

Di Gontor, hampir seluruh keperluan-keperluan santri diserahkan dan dimanejeri oleh santri sendiri. Seperti koperasi pelajar yang menyajikan segala macam kebutuhan belajar, pakaian, makanan seperti roti, mie dan lain-lain, semuanya santri yang mengelola. Begitu juga dengan dapur makan, warung makan, dan lain-lain.

Pelajaran berorganisasi melalui pelimpahan wewenang seperti ini turut memberikan nilai pendidikan yang positif bagi para santri Gontor untuk mengembangkan potensinya di kemudian hari saat berada di masyarakat kelak. Dan pengalaman ini yang tampaknya menyulut para alumni Gontor untuk aktif di berbagai organisasi masyarakat-keagamaan, dan juga politik.

Seusai makan malam, kemudian dilanjutkan dengan sholat isya berjama’ah. Mayoritas santri melaksanakan shalat Isya di kamar masing-masing, tentunya berjamaah yang dipimpin oleh santri sendiri secara bergantian, untuk melatih imaamah dan jama'ah. Aktivitas para santri dilanjutkan dengan belajar, baik bermuwajjahah bersama wali kelas atau belajar sendiri di tempat-tempat yang mereka suka.

Pada waktu jam belajar ini, para santri dilarang tidur sebelum jam 22.00 malam. Karena itu, mamnu’ atau terlarang bagi santri belajar di kamar. Semuanya harus berada di luar, baik di teras asrama, di halaman, di gedung pertemuan, di kelas, dan lain-lain. Intinya, semua santri harus belajar, mempersiapkan pelajaran atau mengulangi pelajaran yang sudah dipelajari di kelas.

Setelah jam menunjukkan waktu tidur [21.30], para santri harus segera kembali ke asrama, karena absensi malam akan segera dibacakan. Siapa yang telat, baik karena tertidur di kelas, atau keluar dari pondok, akan segera ketahuan. Inillah pengawasan nonstop 24 jam memberikan kontribusi bagi kesuksesan lambaga ini. Dan begitulah seterusnya, setelah lelap tertidur, para santri kembali dihadapkan dengan fajar yang menandai aktivitas kepesantrenan dimulai lagi.

Bagi saya Gontor telah meredakan kecemasan hidup. Prinsip kerja, ikhlas dan penuh pengabdian menjadikan saya tak surut dalam menghadapi tuntutan hidup. [*]

Ke Gontor untuk Pembentukan Kepribadian

Dengan seabrek kegiatan, seluruh santri tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan hal-hal yang tidak berguna. Seluruh aktivitas menunjukkan nilai semangat, tidak pantang menyerah dan optimisme. Semua yang dilihat, didengar dan dirasakan di Gontor mengandung nilai pendidikan.

Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor menekankan pada pembentukan pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor.

1. Berbudi tinggi

Berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh Pondok ini kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan; dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman motto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada.

2. Berbadan Sehat

Tubuh yang sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam pendidikan di Pondok ini. Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga, dan bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh seluruh santri sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

3. Berpengetahuan Luas

Para santri di Pondok ini dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi, sehingga seseorang itu tahu untuk apa ia belajar serta tahu prinsip untuk apa ia manambah ilmu.

4. Berpikiran Bebas

Berpikiran bebas tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya (liberal). Kebebasan di sini tidak boleh menghilangkan prinsip, teristimewa prinsip sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi petunjuk ilahi (hidayatullah). Motto ini ditanamkan sesudah santri memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas.[]

Betah di Gontor karena Motivasi

Inilah kata-kata hikmah penggugah jiwa selama nyantri di Gontor :

  1. Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja.
  2. Sistem itu ibarat benda/parang, kita harus mau dan tahu memakainya, sungguh-sungguh, sepenuh jiwa demi kebaikan, Insaya Allah dengan alat yang kecil ini dapat memotong pohon yang besar.
  3. Perjuangan memerlukan pengorbanan, bondo bahu pikir, lek perlu sak nyawane pisan (hart benda, tenaga, fikiran, kalau perlu nyawanya sekali).
  4. Berjasalah tapi jangan minta jasa.
  5. Jangan seperti orang buta meraba gajah,
  6. Jangan seperti kera makan manggis,
  7. Jangan hanya melihat dari satu sudut, jangan hanya ambil cabainya saja, atau garamnya saja dalam mencoba masakan.jangan seperti pengikut Columbus yang kurang percaya. Jangan seperti orang yang belum tahu cara naik keretapi, teriak-teriak ketika kereta api sedang langsir (berundur).Jangan seperti orang yang mengikuti orang lain (makmum) dengan tidak tahu ke mana diikuti itu. Dekatkah ? atau jauhkan tujuannya ? apa yang dicari ? dan dengan apa apa kita ikut ? bagaimana caranya mencari ? Jangan seperi orang melihat hutan yang tertutup oleh sebuah pohon.
  8. I'maluu fauqa maa 'amiluu
  9. Kemajuan tanpa adiministrasi akan hancur. Administrasi tanpa kemajuan omong kosong tidak ada gunanya. Adiministrasi yang rapi mutlak perlu (wajib) untuk menjaga kepercayaan.
  10. Sesiapa yang harinya lebih baik dari hari kemarinnya maka dia seorang yang beruntung, dan sesiapa yang harinya seperti hari kemarinnya maka dia seorang yang merugi. Dan barangsiapa yang harinya lebih buruk dari hari kemarinnya maka dia seorang yang tercela.
  11. Sebaik-baik perbuatan itu adalah yang kekal walaupun sedikit.
  12. Usai hidup seseorang itu tatkala berhenti dari beramal.
  13. Hanya orang-orang penting yang tahu kepentingan. Hanya pejuang-pejuang yang tahu arti perjuangan.
  14. Pekerjaan itu kalau dicari banyak, tapi kalau dikerjakan kurang, kalau diomongkan tak habis.